Preeklampsia Kehamilan

1.      Definisi Preeklampsia

Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria (Cunningham et al, 2003, Matthew warden, MD, 2005). Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pada pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai preeklampsia yang berat (George, 2007).

2.      Epidemiologi Preeklampsia

2.1 Insiden Preeklampsia

Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10% (Triatmojo, 2003), sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia sebanyak 5% dari semua kehamilan, yaitu 23,6 kasus per 1.000 kelahiran (Dawn C Jung, 2007). Pada primigravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda, Sudinaya (2000) mendapatkan angka kejadian preeklampsia dan eklampsia di RSU Tarakan Kalimantan Timur sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1431 persalinan selama periode 1 Januari 2000 sampai 31 Desember 2000, dengan preeklampsia sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklampsia 13 kasus (0,9%). Dari kasus ini terutama dijumpai pada usia 20-24 tahun dengan primigravida (17,5%). Diabetes melitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklampsia (Trijatmo, 2005). Peningkatan kejadian preeklampsia pada usia > 35 tahun mungkin disebabkan karena adanya hipertensi kronik yang tidak terdiagnosa dengan superimposed PIH (Deborah E Campbell, 2006). Di samping itu, preeklampsia juga dipengaruhi oleh paritas. Surjadi, dkk (1999) mendapatkan angka kejadian dari 30 sampel pasien preeklampsia di RSU Dr. Hasan Sadikin Bandung paling banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19 kasus dan juga paling banyak terjadi pada usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu sebanyak 18 kasus. Wanita dengan kehamilan kembar bila dibandingkan dengan kehamilan tunggal, maka memperlihatkan insiden hipertensi gestasional (13 % : 6 %) dan preeklampsia (13 % : 5 %) yang secara bermakna lebih tinggi. Selain itu, wanita dengan kehamilan kembar memperlihatkan prognosis neonatus yang lebih buruk daripada wanita dengan kehamilan tunggal (Cunningham, 2003).

2.2  Faktor Risiko Preeklampsia

Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya preeklampsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang mempengaruhi terjadinya preeklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi;

1)   Riwayat preeklampsia.

Seseorang yang mempunyai riwayat preeklampsia atau riwayat keluarga dengan preeklampsia maka akan meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia

2) Primigravida,

karena pada primigravida pembentukan antibodi penghambat (blocking antibodies) belum sempurna sehingga meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia. Perkembangan preeklampsia semakin meningkat pada umur kehamilan pertama dan kehamilan dengan umur yang ekstrem, seperti terlalu muda atau terlalu tua.

3) Kegemukan

4) Kehamilan ganda. Preeklampsia lebih sering terjadi pada wanita yang mempuyai bayi kembar atau lebih.

5) Riwayat penyakit tertentu. Wanita yang mempunyai riwayat penyakit tertentu sebelumnya, memiliki risiko terjadinya preeklampsia. Penyakit tersebut meliputi hipertensi kronik, diabetes, penyakit ginjal atau penyakit degeneratif seperti reumatik arthritis atau lupus.

3. Etiologi Preeklampsia

Etiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh karena itu disebut “penyakit teori”; namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori sekarang yang dipakai sebagai penyebab preeklampsia adalah teori “iskemia plasenta”. Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit ini (Rustam, 1998). Adapun teori-teori tersebut adalah ;

i. Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan normal, prostasiklin meningkat. Sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah sehingga timbul vasokonstriksi generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Akibat perubahan ini menyebabkan pengurangan perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan penurunan volume plasma (Y. Joko, 2002).

ii. Peran Faktor Imunologis

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada kehamilan pertama terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna. Pada preeklampsia terjadi kompleks imun humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan proteinuria.

iii. Peran Faktor Genetik

Preeklampsia hanya terjadi pada manusia. Preeklampsia meningkat pada anak dari ibu yang menderita preeklampsia.

iv. Iskemik dari uterus.

Terjadi karena penurunan aliran darah di uterus

v. Defisiensi kalsium.

Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu mempertahankan vasodilatasi dari pembuluh darah (Joanne, 2006).

vi. Disfungsi dan aktivasi dari endotelial.

Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan penting dalam patogenesis terjadinya preeklampsia. Fibronektin dilepaskan oleh sel endotel yang mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan dalam darah wanita hamil dengan preeklampsia. Kenaikan kadar fibronektin sudah dimulai pada trimester pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat sesuai dengan kemajuan kehamilan (Drajat koerniawan)

Untuk lebih lanjut bisa baca di blog ini, klik tambuah